Arsip Bulanan: November 2014

Laki-laki tua itu bapak saya

Laki-laki ini berkulit hitam, kulitnya memang terlihat jelas kalau-kalau sudah sangat akrab dia dengan terik matahari, umurnya mungkin 60 tahunan lebih, tidak pernah merasakan pendidikan formal apapun. kesehariannya dihabiskan di sebuah peternakan Ayam, ia sering bermalam di sana, dan siang harinya ia mencari rumput untuk kambing, merawat ikan di empang, cari daun lompong dan sebagainya.

Pagi kemarin ia merintih kesakitan, badannya kaku, sepertinya kecapean sehabis menggebal tunggak akar pohon mangga di dekat rumah, saya yang pagi-pagi buta sudah bangun berinisiatif untuk mengurut seluruh badannya, terlihat jelas kulitnya yang sudah menua di mata saya, merasakan telapak tangannya yang kasar, tangan yang terbiasa memegang parang arit.

Siang harinya tidak ada perkembangan baik, tubuhnya melemah dan masih merasakan sakit dan kaku, akhirnya saya berinisiatif untuk membawanya ke klinik. Alhamdulilah sekarang sudah baikan.

Dan kemarin sudah sekian lamanya baru saya memegang parang arit lagi, cari rumput buat kambing menggantikannya. Sudah saya dan keluarga teriak-teriak buat jual kambingnya, tapi ia tetep kukuh untuk memeliharanya. Alasannya sederhana.

“Ngga betah kalau tidak ngapa-ngapain” Katanya jelas.

Laki-laki itu adalah sosok bapak saya, seseorang yang pernah berhutang-hutang buat biaya sekolah saya dulu.

Serigala Hewan, Serigala Manusia

Seekor serigala yang sedang berlari mengikuti aroma domba jantan tiba-tiba melambatkan langkahnya dan bergerak penuh kewaspadaan. Tak jauh dari tempatnya berdiri nampak sepuluh orang sedang duduk mengelilingi api unggun. Beberapa meter dari tenda mereka ada ratusan domba dan sapi yang sedang tertidur.

Serigala itu menempelkan tubuhnya di tanah dan bersembunyi. Ia merasa orang-orang tengah merencanakan sesuatu.
“Kita harus melenyapkan Yusuf,” Kata seorang dari mereka.
“Kalian tahu, Yusuf lebih dicintai ayah dari pada kita semua.” Yang lain menengahi.
“Begini saja. Kita tidak perlu membunuhnya. Masukkan saja dia ke dasar sumur supaya dipungut musafir.”
“Tapi apa yang harus kita katakan kepada ayah?” Sambung yang lain.
“Bilang saja ia dimakan serigala!”

Mendengar namanya disebut-sebut, serigala sadar dirinya dalam bahaya. Ia segera berlari, namun terlambat, kaki belakangnya terperosok ke dalam jerat yang sangat kuat. Serigala menangis. Udara pecah oleh suara lolongan dan jeritan.

Segalanya terjadi begitu cepat. Kesepuluh orang itu memukuli dan mengikat serigala, lalu memasukannya ke kerangkeng. Setelah melumuri darah domba pada mulut dan cakarnya, mereka membawa serigala itu ke ayah mereka, sambil berkata, “Ayah, serigala ini sering memakan ternak kita. Ia juga yang menerkam Yusuf!” Dengan hati yang pilu, si ayah berkata. “Hai serigala, ini pakaian Yusuf. Anak-anak membawanya padaku dan berkata kamulah yang menerkamnya.” Serigala memandangi sang ayah yang bijak ini memohon belas kasihan. Akhirnya orang tua yang bijak itu berkata, “Aku mengerti apa yang kau rasakan. Bagaimana mungkin kau menerkam Yusuf sementara pakaiannya masih utuh. Aku tahu ini adalah muslihat anak-anakku sendiri. “Serigala membatin, “Aku adalah serigala asing yang datang dari Mesir untuk mencari adikku. Sedangkan anak-anakmu malah menghilangkan saudaranya sendiri. Jadi siapakah sebenarnya serigala itu? Aku, ataukah anak-anakmu, wahai tuanku yang mulia?”

Apa yang dikatakan serigala itu benar. Seperti dikemukakan penulis Titus Maccius Plautus, “Homo Homini Lupus” Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Serigala sering dilukiskan sebagai hewan licik, tamak dan rakus. Padahal sebenarnya tidak demikian. Serigala hanya makan satu kali seminggu, kemudian berpuasa 6 hari berikutnya. Serigala hanya makan secukup perutnya, dan tak pernah makan serigala lain. Mereka hidup berkasih sayang dalam komunitas yang penuh dengan keharmonisan.

Kelemahan serigala adalah ketidakmampuan mereka menyembunyikan taring dan cakarnya dengan senyuman seperti yang sering dilakukan oleh manusia. Dengan berbagai teknik impression management, manusia menyembunyikan watak serigala yang mereka miliki dibalik safari, jas, dasi, serta sarung dan kopiah yag mereka kenakan.

Kisah Yusuf disadur dari buku Life is beautiful Arvan Pradiansyah

Bertemu seorang teman lama

Semalam saya bertemu dengan seorang teman yang dunianya diwarnai dengan dunia aktivitis Politik. Sempat aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) kemudian di GPI (Gerakan Pemuda Islam) sempet masuk HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia) dan sebagainya. Beliau baru lulus kuliah jurnalistik tepatnya Sarjana Komunikasi Islam. Bertemu dalam sebuah pertemuan yang memang sudah direncanakan yang sehari sebelumnya gagal bertemu karena lost komunikasi, dia tak bawa HP yg menyimpan nomor saya sedangkan saya tak bisa Online karena HP rusak, saya sms ke HP nya dan dia kirim mesege ke FB saya, padahal kita berdua sebelum maghrib itu sama-sama sedang di statiun kalibata. Ohww Tuhan mungkin itu yang namanya Jodoh, tidak bertemu walau berada di lokasi yang sama. Sama persis kalo kita punya si mantan, udah deket banget sampe sering nginep-nginep di rumahnya ehh ternyata nikahnya sama orang lain. Uppss cukup deh ngomongin mantan.

Ngobrol-ngobrol ngarol ngidul, tentang hidupnya yang merantau ke Jawa timur

“Merantau yang ngga direncanain Man” Katanya mendesah.

Saya tersenyum mendengarnya karena dari status facebooknya setelah dia kembali dari perantauan, dia pernah menjelaskan bahwa selama masa itu dia ada di Pasuruan dan Madura tinggal bersama teman-temannya, ya mungkin boleh dibilang sebagai penghalau galau, karena Jakarta terlalu banyak kenangan. Ihh kenangan siapa ya? Kepokan, ujung-ujungnya kita bakalan ngomongin mantan juga. Hihii.. Temen saya ini ditinggal nikah pacarnya, pacaran dalam waktu yang rentan lama, 4 tahunan, kalo kuliah udah lulus. Itu kalo beruntung ya. Hihii.. dipertemukan oleh organisasi Pelajar Islam Indonesia dan terpisah oleh kenyataan hidup. Tetep hakekatnya Allah yang mempertemukan dan yang memisahkan, itu semua cuma bagian wasilah di antara keduanya. Yaa mungkin persis seperti analogi jodoh yang saya ceritakan di atas, sudah sangat dekat tetapi Tuhan Maha Mengetahui mana yang terbaik untuk pasangan masing-masing.

“Pacaran 4 tahun Man, tetapi cuma dapet galau” katanya meneruskan obrolan

Saya senyum mesem lagi, saya mengerti betul orang patah hati dan jatuh cinta itu mempunyai frekuensi yang sama, dalam hal keduanya sama-sama sedang berada di dunia yang menghiraukan logika. Dalam pengertian lain keduanya cuma butuh didengarkan sementara nasehat pasti hanya menjadi sebuah teori rumit yang tak mampu dimengerti. Ahh bukan dimengerti tetapi tepatnya tidak mampu di aplikasikan. Karena nalarnya tidak berfungsi dengan baik, semua mati suri karena diotaknya dipenuhi perasaan cinta ataupun rasa galau karena patah hati itu, dan biasanya yang mampu menyembuhkan penyakit seperti ini ya diri sendiri, bisa juga dengan metode konsultasi ke temen, psikolog atau dengan metode SEFT dan sebagainya, tetapi tetep yang mampu menyembuhkan penyakit seperti ini ya harus dilandasi kemauan kuat diri sendiri dan tentu dengan mendekati yang Maha Kuat. Walau sehebat apapun psikolognya tanpa di dasari kemauan kuat pribadi hasilnya ya cuma nol… Hihii.. ini berdasarkan pengalaman pribadi.. Xixixxi.. Curcol dikit deh.. 

Kembali ketemen tadi, dia merasa hidupnya berhenti sejenak, tidak maju, malah mundur, bukan maju mundurnya ala syahrini ya  Hihii.. Dia merasa sedang berada di dasar keterpurukan, untuk bangkit dibutuhkan tenaga extra padahal kenyataan semakin menghimpitnya sekarang. Pekerjaan dia sudah tak punya, ngekost di jakarta, kebutuhan ini itu dan satu lagi, kemarin bensin naik. Hmmm… Dan begitulah kita manusia biasanya baru mau berubah ketika rasa sakit sudah melebihi dari perasaan takut itu sendiri.

“Pengen bangkit dari keterpurukan” katanya lagi…

Saya jelaskan tentang ini itu, tentang bisnis online teman saya yang resign dari kantor supaya ia tertarik dan bergairah lagi, ya setidaknya menceritakan kesuksesan orang lain membuatnya bersemangat dan terinspirasi lagi karena kalo pekerjaan sampai sekarang memang saya belum punya refrensi untuk itu.

Dan Akhirnya kami akhiri pertemuan itu setelah kami ngopingopi di warkop pinggiran statiun kalibata. Sebelumnya saya berjanji untuk memberikan kabar-kabar jika ada lowongan pekerjaan. Dia kembali ke kostan dan saya menuju statiun untuk pulang ke rumah di kampung karet Tajurhalang.

Sekian

“Cowok Tiang Jemuran”

“Dasar cowok tiang jemuran..!” Alya berteriak sekencang2nya. Entah apa yg dipikirkan sehingga tak peduli jika setelahnya iapun sadar pasti para tetangga akan berdatangan untuk mengerumungi dan berlaku kepo di rumahnya.

“Cowok tiang jemuran?” Para tetangga melongo sambil berpikir dan mencari2 sekenanya tentang makna itu.
Sehari sebelumnya Alya menangis di depan cowok tinggi kekar yang sudah 3 tahun berhubungan dengannya.
“Wanita itu meminta kepastian mas bukan digantung seenaknya” Jelas Alya menjelaskan.

Lelaki itu berkelit menjelaskan sana sini, panjang lebar tak ada ujungnya. “muak” kata itu yg terlintas di pikiran Alya. Entah alasannya belum ada uanglah, tunggu setahun lagilah, tunggu kakanya dululah.

“Alasan yg tidak logis” teriak Alya sengugukan.

“Sampai kapan Aku digantung begini..! Tahun lalu kau bilang tahun ini, dan tahun ini kau bilang tahun depan apa tahun depan juga akan kau klaim lagi tahun depannya lagi..!” Sulut Alya gemas.

Dan Alya pun pulang sendirian serasa hatinya tercabik meredam setiap kemarahan. Cowok si tiang jemuran itupun diam seakan tak peduli dengan kebringasan Sikap Alya. Ahh mana yg lebih beringas sikap Alya atau penundaan si pemuda itu yg memakan sisa waktu muda Alya. Dan pagi ini hasilnya Alya pun berteriak kencang sendiri menyebut Cowok tiang jemuran dengan kemarahan. Yaa betul, cowok tiang jemuran cowok yang menggantungkan cewek seenaknya tanpa tahu sudah keringnya ia oleh terik yang beringas.