Semalam saya bertemu dengan seorang teman yang dunianya diwarnai dengan dunia aktivitis Politik. Sempat aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) kemudian di GPI (Gerakan Pemuda Islam) sempet masuk HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia) dan sebagainya. Beliau baru lulus kuliah jurnalistik tepatnya Sarjana Komunikasi Islam. Bertemu dalam sebuah pertemuan yang memang sudah direncanakan yang sehari sebelumnya gagal bertemu karena lost komunikasi, dia tak bawa HP yg menyimpan nomor saya sedangkan saya tak bisa Online karena HP rusak, saya sms ke HP nya dan dia kirim mesege ke FB saya, padahal kita berdua sebelum maghrib itu sama-sama sedang di statiun kalibata. Ohww Tuhan mungkin itu yang namanya Jodoh, tidak bertemu walau berada di lokasi yang sama. Sama persis kalo kita punya si mantan, udah deket banget sampe sering nginep-nginep di rumahnya ehh ternyata nikahnya sama orang lain. Uppss cukup deh ngomongin mantan.
Ngobrol-ngobrol ngarol ngidul, tentang hidupnya yang merantau ke Jawa timur
“Merantau yang ngga direncanain Man” Katanya mendesah.
Saya tersenyum mendengarnya karena dari status facebooknya setelah dia kembali dari perantauan, dia pernah menjelaskan bahwa selama masa itu dia ada di Pasuruan dan Madura tinggal bersama teman-temannya, ya mungkin boleh dibilang sebagai penghalau galau, karena Jakarta terlalu banyak kenangan. Ihh kenangan siapa ya? Kepokan, ujung-ujungnya kita bakalan ngomongin mantan juga. Hihii.. Temen saya ini ditinggal nikah pacarnya, pacaran dalam waktu yang rentan lama, 4 tahunan, kalo kuliah udah lulus. Itu kalo beruntung ya. Hihii.. dipertemukan oleh organisasi Pelajar Islam Indonesia dan terpisah oleh kenyataan hidup. Tetep hakekatnya Allah yang mempertemukan dan yang memisahkan, itu semua cuma bagian wasilah di antara keduanya. Yaa mungkin persis seperti analogi jodoh yang saya ceritakan di atas, sudah sangat dekat tetapi Tuhan Maha Mengetahui mana yang terbaik untuk pasangan masing-masing.
“Pacaran 4 tahun Man, tetapi cuma dapet galau” katanya meneruskan obrolan
Saya senyum mesem lagi, saya mengerti betul orang patah hati dan jatuh cinta itu mempunyai frekuensi yang sama, dalam hal keduanya sama-sama sedang berada di dunia yang menghiraukan logika. Dalam pengertian lain keduanya cuma butuh didengarkan sementara nasehat pasti hanya menjadi sebuah teori rumit yang tak mampu dimengerti. Ahh bukan dimengerti tetapi tepatnya tidak mampu di aplikasikan. Karena nalarnya tidak berfungsi dengan baik, semua mati suri karena diotaknya dipenuhi perasaan cinta ataupun rasa galau karena patah hati itu, dan biasanya yang mampu menyembuhkan penyakit seperti ini ya diri sendiri, bisa juga dengan metode konsultasi ke temen, psikolog atau dengan metode SEFT dan sebagainya, tetapi tetep yang mampu menyembuhkan penyakit seperti ini ya harus dilandasi kemauan kuat diri sendiri dan tentu dengan mendekati yang Maha Kuat. Walau sehebat apapun psikolognya tanpa di dasari kemauan kuat pribadi hasilnya ya cuma nol… Hihii.. ini berdasarkan pengalaman pribadi.. Xixixxi.. Curcol dikit deh..
Kembali ketemen tadi, dia merasa hidupnya berhenti sejenak, tidak maju, malah mundur, bukan maju mundurnya ala syahrini ya Hihii.. Dia merasa sedang berada di dasar keterpurukan, untuk bangkit dibutuhkan tenaga extra padahal kenyataan semakin menghimpitnya sekarang. Pekerjaan dia sudah tak punya, ngekost di jakarta, kebutuhan ini itu dan satu lagi, kemarin bensin naik. Hmmm… Dan begitulah kita manusia biasanya baru mau berubah ketika rasa sakit sudah melebihi dari perasaan takut itu sendiri.
“Pengen bangkit dari keterpurukan” katanya lagi…
Saya jelaskan tentang ini itu, tentang bisnis online teman saya yang resign dari kantor supaya ia tertarik dan bergairah lagi, ya setidaknya menceritakan kesuksesan orang lain membuatnya bersemangat dan terinspirasi lagi karena kalo pekerjaan sampai sekarang memang saya belum punya refrensi untuk itu.
Dan Akhirnya kami akhiri pertemuan itu setelah kami ngopingopi di warkop pinggiran statiun kalibata. Sebelumnya saya berjanji untuk memberikan kabar-kabar jika ada lowongan pekerjaan. Dia kembali ke kostan dan saya menuju statiun untuk pulang ke rumah di kampung karet Tajurhalang.
Sekian