HANIF (Dzikir dan Pikir)
Oleh : Reza Nufa
Harga : Rp. 45000
Ukuran : 14x20cm
Tebal : 384 hlm
Terbit : Mei 2013
Penerbit : DIVA Press
Saya tertarik dengan Novel ini ketika seorang teman yang juga seorang penulis memberikan endorsmentnya pada sampul novel ketika saya melihat di halaman penerbit Divapress, itu sekitar di tahun 2013, tetapi saya tidak langsung membelinya ketika itu, hanya ada ketertarikan atau boleh dibilang chemistry awal.. Hehee.., dan butuh waktu cukup lama jaraknya hingga saya memutuskan untuk membeli novel ini, adalah pertemuan saya untuk pertama kali dengan penulis hingga membuat saya jatuh hati untuk membeli karyanya ini hehehe, tetapi bukan jatuh hati kepada penulisnya ya, pada karyanya lohh bukan penulisnya.. jangan disamakan itu..! Pertama membaca judul novel ini saya sudah terkesan, dan dalam imajinasi saya waktu itu berpikir ini pasti bukan novel biasa, teringat sebuah ungkapan mahsyur “mikir sedikit lebih baik dari pada zikir semalaman” dan begitulah yang dilakukan tokoh utama novel ini, Hanif, sosok anak muda yang berpikir Idealis tentang makna kebenaran beragama, sosok yang memberikan gagasan pembaharuan terhadap bagaimana cara beragama dengan sesungguhnya, ingat Hanif saya menjadi ingat dengan sosok KH Ahmad Dahlan tokoh pendiri Muhammadiyah yang juga mengalami banyak pertentangan dari kalangan ulama sendiri pada waktu itu, hanya saja pemikiran Hanif lebih exstream dari KH Ahmad Dahlan, di Novel ini di jelaskan apakah agama hanya menjadi simbol sebagai pembelaan keyakinan di mana kekerasan menjadi sesuatu hal yang lumrah, pembakaran rumah ibadah atas nama agama, pertumpahan darah atas nama agama, saling curiga, saling serang dan sebagainya, permasalahan sosial di mana-mana, agama bukan malah menjadi solusi, para Ustadz hanya mengajarkan ritual harian atau hanya bisa mengajarkan bersabar dalam kemiskinan bukan memberikan solusi, Apakah agama menjadi alasan sebuah kekerasan sesama umat manusia? Apakah agama hanya dikenal sebagai dogma atau amalan ritual-ritual yang membatasi otak manusia untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya? Menarik bukan..!
Hanif adalah seorang anak muda lulusan pesantren salafi yang kuliah di sebuah Universitas di Jakarta, bertemu dengan Pak Alimin (Dosen Filsafat) adalah awal di mana ia mulai mempertanyakan kebenaran agama yang dianutnya , mulailah ia mempelajari banyak agama, mempertanyakan keberadaan Tuhan, mempertanyakan takdir dan sebagainya, kesenangannya mempelajari dunia filsafat dan teologi membuatnya hanyut dan dari situlah ia mulai mengkritisasi ajaran agamanya sendiri. Novel ini cukup berani dalam mengutarakan idealisme yang mewakili idealisme penulis, saya berasumsi Hanif itu adalah Reza dengan segala pemikirannya, kata “penghapusan agama” membuat saya pribadi menganggap Hanif memang sedikit gila (maaf ya mas Reza) tetapi ini menjadi menarik, memang untuk merubah dunia ini butuh orang gila seperti Hanif, orang-orang yang berani berpendapat walau itu adalah sebuah yang belum tentu benar, karena hakekat kebenaran adalah pencarian bukan taqlid buta , jangan pernah takut tersesat selama kamu terus mencari (saya ambil dari dialog hanif dan Pak Alimin) dan dengan itulah seorang Hanif terus mencari dan mencari, seperti pencarian Nabi Ibrahim akan konsep Tuhan.
Saya tertarik dengan tokoh utama kedua dalam Novel ini, yaitu Idam, diceritakan sebagai tokoh yang lebih kalem dari pada Hanif, walau dia adalah seorang pengagum dan pengekor Hanif, sosok yang Hanif bilang tidak punya pendirian, karena selalu mengikuti ke mana Hanif berada, dari kecil, pesantren masuk STM dan kuliah Idam selalu ingin bersama Hanif, karena Idam ingin menyaingi Hanif walau selalu saja Hanif selalu berdiri satu langkah lebih maju darinya, sampai pada pengembaraan Hanif untuk mencari ketenangan dan kebenaran setelah dia bertengkar dan dianggap gila oleh Bapaknya di situlah Hanif melarangnya untuk membuntutinya lagi, dan di akhir-akhir cerita Idam lah yang menjadi pahlawan yang begitu heroik, menyebarkan pemikiran seorang Hanif ke mana-mana, lewat lembar fotokopi, masjid demi masjid dilewati, dari Surabaya, Magelang sampai ke Bogor. babak belur, kekurangan ongkos, jalan kaki, kehilangan perbekalannya, semua dilewati dengan gigih oleh Idam, karena Idam tahu Hanif tak akan pulang kecuali dengan adanya sesuatu yang besar, dan akhirnya benar-benar terbukti Hanif pulang setelah melihat kabar tentang berita penghapusan agama yang disebarkan oleh Idam di mana-mana termasuk televisi, media cetak dan online.
Ditampilkan sosok Disti seorang kristiani yang taat sebagai teman diskusi Hanif menjadikan cerita semakin kompleks dan menarik, bagaimana cara Hanif menghargai dan bersikap terhadap kepercayaan Disti dengan diwarnai nuansa Asmara antara keduanya? Hm.. menarik sekali bukan..!
Kegalauan dan kegelisahan seorang Hanif menjadikannya menjadi seorang pemikir besar, yang menawarkan solusi untuk umat manusia khususnya Nusantara, secara gamblang di sini diceritakan kondisi sosial masyarakat beragama di Nusantara, kebanyakan orang beragama malah memberhalakan agamanya bukan menyembah Tuhan, jadilah fanatisme yang tak berujung, rumah ibadah agama lain disegel atas nama agama, kitab suci dibakar atas nama agama pula, agama dijadikan alasan kebencian dan permusuhan bukan lagi sebagai cara menyembah Tuhan yang sebenarnya, Agama seharusnya menjadi simbol perdamaian dan solusi setiap permasalahan sosial, yang memberikan solusi terhadap kemiskinan bukan hanya mengajarkan bagaimana bersyukur dan bersabar dalam kemiskinan, Apakah Syariat Islam menjadi solusi di atas keberagaman agama di Nusantara? Atau Ahlak terlebih dahulu yang harus dibentuk? Toh, nyata-nyatanya orang yang beragama sekalipun sama saja berkorupsi berjamaah bahkan di wilayah keagamaan itu sendiri (Kementrian Agama). Begitulah pemikiran Hanif, saking rindunya dengan hakekat kebenaran agama yang sebenarnya, Hanif memilih mengembara tanpa tujuan menelusuri pulau jawa sampai akhirnya ia bertemu dengan sosok Kiai Yanto (seorang Kiai Ahli Hikmah) di Surabaya, yang memberikan begitu banyak pencerahan kepadanya, ada yang begitu menarik dalam dialog antara Idam dan Kiai Yanto ketika Idam pergi mencari Hanif, “Antara ahli ibadah dan orang yang bermanfaat bagi sesama mana dulu yang akan masuk surga” ini benar-benar pertanyaan klasik yang jawabannya tidak semua orang paham, adalagi pertanyaan Kiai Yanto yang cukup menarik kepada Idam ”Jadi apa Tujuan Tuhan sebenarnya menciptakan manusia? Menjadi khalifah di muka bumi atau menyuruh menyembahnya? Lalu bagaimana nasib para penemu besar yang mempengaruhi kehidupan manusia hingga kini? James Wat, Thomas Alfa Edison, Graham Bell, apa dia mendapatkan surga atau neraka” kalau mau tau jawabannya silahkan beli dan baca novel ini ya.. (nanti saya minta fee sama penulis upah marketing)
Ditampilkannya Sosok Ayah Hanif yang terkesan konservatif, Disti seorang penganut kristiani yang taat, Dinda yang berteman dengan orang LDII, tentang umat Islam yang kearab-araban dengan Islam Nusantara menambah geregetan pengen lahap habis isi Novelnya. Secara keseluruhan novel ini memang menyajikan pengetahuan yang amat bergizi, mengajak pembaca untuk hanyut dalam pemikiran Hanif dan mulai bertanya, apakah selama ini kita benar-benar beragama? Atau jangan-jangan hanya taqlid buta pada dogma? Silahkan bagian ini dijawab sendiri..
Alur cerita di Novel ini maju mundur. Jika Hanif yang menjadi tokoh utama kebanyakan beralur maju, dan jika Idam yang menjadi tokoh utama lebih banyak memakai alur mundur kecuali di akhir-akhir cerita.
Ada tambahan sedikit mengenai novel ini, Saya agak terganggu dengan tidak disebutkannya siapa tokoh utama pada setiap awal cerita novel ini, kadang saya bingung ini Hanif atau Idam ya, tetapi secara keseluruhan saya hanyut dan rasa-rasanya saya ingin masuk dalam imajinasi penulis, untuk menjadi teman diskusi Hanif atau setidaknya menjadi pengagum Hanif sama yang telah dilakukan Idam.
Untuk Mas Reza ditunggu Novel kelanjutan Hanif oke..
Demikian, terima kasih…
Salam