Arsip Bulanan: April 2017

Menjemput Ikhtiar dan Menerima TakdirNya

Alunan surat Yasin oleh Syeikh Mishari Alfalasi menemani di sore ini. Suaranya menentramkan hati, menembus jasad-jasad yang haus akan ayat-ayat suci. Allah Kariem… Semua telah terjadi, terima kasih Ya Allah. Masih ingat ayat Alqur’an yang menerangkan bahwa ketika seorang anak Adam ditiupkan ruh, maka ditetapkan pula, maut, jodoh, dan segala takdirnya. Terima kasih Yaa Allah, karena saya sedang menjalani takdir saya sendiri. Di umur yang ke 27 tahun ini saya berencana menikah, dengan siapa? Ada satu sosok, namanya F, seorang perempuan yang barangkali memang belum bisa saya sebutkan namanya. Orang medan, makanya sering dipanggil butet. Sudah kerumah dan bahkan orang tua juga sudah saling bertemu. Tetapi, Allah adalah pembolak balik hati. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya di kisah ini. Tepatnya kami sedang memikirkan ulang semua, si F terakhir menghubungi saya, meminta izin untuk memblock semua akun medsos dan WA. Tentu saya izinkan, karena alasannya masuk akal, mencoba mencari ketenangan, dan supaya istikharahnya tidak condong ke perasaan. Begitu juga saya, bahkan hal ini sudah kami rumuskan jauh-jauh hari. Jangan sering ketemu, jangan saling bertukar pesan WA, ini sudah kami jalankan sebelumnya. Dan kali ini kami menjalaninya dengan lebih exstrem lagi, bahkan sampai block-blockan, terutama dia yang memblock akun medsos saya. Hehehee… Tidak mengapa, ini semua sudah menjadi proses yang memang Allah gariskan, saya sikapi dengan menerimanya.

Jodoh, maut atau apapun takdir yang sudah Allah gariskan pasti akan terjadi, entah dengan proses seperti apa dan bagaimana? Yang saya yakini sekaya, seexclusive  atau sekuasa apapun seseorang tak akan mampu menghalang-halangi takdir yang memang Allah gariskan. Jadi diproses ini saya berusaha sekuat-kuatnya, seikhtiar-ikhtiarnya. Namun masalah hasil itu bukan wilayah saya. Saya gak kuasa atas hati seseorang, atau mungkin takdir yang Allah gariskan. Maka langkah selanjutnya yang saya akan lakukan adalah menjalani prosesnya. Hasilnya itu bukan kuasa saya. Wallahu’alam.

Apa yang akan saya lakukan?

Menerima takdir, kemudian mengevaluasi semua langkah yang memang sudah dijalani. Kalo berjodoh saya akan perjuangkan sepenuh hati, menjalani prosesnya yang memang sudah digariskan kepada saya. Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin, ikhlas seperti ikhlasnya bumi kepada sesuatu yang ada di atasnya.

Saya tidak mau terjebak sosok, dan ini semua sedang diistighfari, condong, bawa perasaan, ini sedang saya istighfari, sesuatu yang memang salah sekali, dasarnya bukan Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Sandarannya naluri perasaan yang belum tentu berada di jalan kebenaran. Maka proses ini saya terima, Alhamdulillah, apapun hasilnya Allah yang kuasa atas segala sesuatu. Saya terima semuanya, InshaAllah. Allah berikan yang terbaik, buat saya dan buat si F, InshaAllah. InshaAllah..

 

Kamis pagi, dibatas awal waktu dhuha.

Hari ulang tahunmu

Seperempat abad, seperti yang kau bilang. Ini adalah momen di mana waktu yang tepat untuk melangkah berikutnya. Kau pernah katakan padaku, seperempat abad, menjadi bintang terang. Kau boleh hidup dalam kesederhanaan, tapi mimpimu harus besar, kukutip dari status facebookmu tempo hari.

Mimpi terbesarku saat ini adalah meminangmu, maka kalo ditanya apa dan mengapa tentu akan kujawab dengan jawaban yang ingin kau dengar, karena Aku memilihmu, karena ingin memperbaiki peradaban, karena hidup sekali, karena Aku memilih bidadari yang tercipta khusus buatku, dan Aku harap itu kamu. Dan masih banyak karena, karena lain yang bahkan aku tidak mengerti mengapa? Apa perlu dipertanyakan kembali? Meski aku tahu, seribu jawaban tidak bisa membasmi segala kegundahan, kecuali akad yang berkumandang.

Heeeeeeyy Janu, Apa kabar? Katamu sore itu via pesan Whatsapp, Janu? Hatiku mengkerut, apa ini maksudnya, Aku belum mampu menterjemahkan. Janu? Meski aku tidak pernah menanyakan, apa itu Janu? Apa itu artinya. Sungguh aku pribadi penasaran, walau memang aku tahu, itu bermakna kebaikan. Maka, seperti apa yang dikatakan Al-quran Tidak ada kebaikan kecuali berbalas kebaikan (Surat Arrahman ayat 66). Maka, sebelum subuh itu, kupanjatkan doa-doa untukmu, dari sebuah kesederhanaan, meski doa tidak bisa dimakan. Tapi tooh, tiap orang bisa melakukannya. Doa memang tidak bisa dimakan, tapi doa yang melangit melebihi dunia beserta isinya. Apa lagi yang dipanjatkan malam-malam hening, dekat, dekat sekali kepada Tuhan.

Sungguh, ingin sekali bercakap berlama-lama, namun kita sudah bersepakat untuk tidak komunikasi intens beberapa saat, demi menjaga marwah pernikahan ke depan. Yaa Allah, anugerahi kami kemampuan untuk menyatu dalam perbedaan, untuk menyatu dalam pernikahan yang dengannya RidhaMu datang menenangkan, Sakinah Mawaddah, Warahmah, seperti doa-doa di setiap pernikahan para Nabi dan sahabatnya. Aamiin…

Menghalau Galau

Kemarin saya merasa benar-benar lemah, lemah segala-galanya, lemah iman, lemah motivasi, pengennya leliguran melulu, sampai ketika saya membaca Al-Quran dan di titik itulah saya menemukan semangat kembali. Dan terkenang do’a Rosul yang di gambar ini.

 

 Do’a supaya terhindar dari GALAU.. 😆
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa gelisah dan sedih, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan bakhil, aku berlindung kepada-Mu dari tekanan hutang dan kesewenangan orang.

Hanya dengan mengingat Allah hati akan kembali tenang, seperti Firman Allah taala;

 



Sekarang saya mau berbagi tips, yang sebenarnya sudah saya infokan di atas. Kalo hati gelisah, galau gak jelas, ini itu gak jelas, dan gak semanget, apa yang harus kita lakukan?

Apa yang harus kita lakukan kalo galau tak berujung? Apa coba?

Pertama, ikhlasin apa yang telah terjadi, ikhlasin itu artinya melepaskan, bukan malah menyesali tak berkeujungan, menyesal kalo kita salah itu memang keharusan, tapi setelah menyesal, sadari kalo itu adalah bagian fenomena yang memang seharusnya terjadi, lepaskan bahwa semua akan kembali ke Allah. Niscaya hatimu akan semakin tenang.

Yang kedua, apa lagi yang bisa kita lakukan untuk menghalau kegalauan, hm… sibukkan diri broo, sibukan dirimu dalam hal kegiatan yang membuat dirimu merasa menemukan jati diri, misal dengan olahraga, ikut organisasi apa kek, menjalani hobi, masak, nulis, baca buku, atau apa saja yang sekiranya membuat kita menjadi lebih aktif dan berujung kepada kebaikan. Coba bayangkan, seorang yang putus cinta, galau ngga ketulungan, diem aja di kamar, bergalau-galau, ujung-ujungnya malah bisa menyakiti diri sendiri, atau mungkin bunuh diri. Beda, dengan mereka yang galau tetepai tetap melakukan kegiatan, maka akan hilang galaunya seiring waktu, apalagi kalau galaunya diisi dengan yang membaikan. Shalat misalnya, atau dzikir, kepada Allah, bahwa sesungguhnya apapun yang terjadi itu atas khendak Allah. Ikhlas, lepaskan. Kalo sudah lepaskan yupss perbaiki diri, untuk melangkah selanjutnya.

Bagaimana kalo galau karena punya banyak hutang? Yaaa bayar.. hehehehee.. bayar kawan, usahakan dengan jalan halal, adapun itu terbayar atau belum kita ikhlaskan, kita lepaskan segala bebannya, termasuk ketika dimarahin oleh yang memberi piutang, ikhlasin, lepasin, itu adalah fenomena yang memang sudah seharusnya terjadi. Semua sudah sempurna apa adanya, jangan khawatir, jangan galau, hidup sudah sempurna, cara menyikapi kita yang sering kali tak sempurna.

Baik, itu saja sharing saya selama ini, yang dinukil dari para guru dan pengalaman pribadi. Ingat, kalo galau ya mau gimana? Sungguh tidak ada daya dan upaya kecuali atas KuasaNYA, Kuasa yang menciptakan segala sesuatu. Jadi balik ke Allah, balik ke Allah, balik ke Allah. Itu….

TV di rumah Rusak, Alhamdulillah..

Seminggu lalu TV di rumah rusak, ketika ditonton tiba-tiba mati dan listrik kilometernya turun. Satu sisi sebenarnya secara jujur saya bersyukur atas itu semua, hehehee.. Jahat banget yaa… Mau tahu alasannya kenapa? Baik, saya bakalan cerita sedikit. Jadi saya pribadi sekarang termasuk yang jarang sekali nonton TV, yang paling sering nonton TV itu ya Bapak dan Ibu saya + keponakan yang kadang dateng dan inap di rumah. Dan paling sebel sama keponakan yang akhirnya ngga sekolah dan nonton TV melulu, selain itu ibu saya juga seneng banget sama sinetron, dan malah keponakan yang lain lagi suka banget sama FTV, hahahhaaa… Maka kalo TV rusak sih, saya bersyukur banget, karena itu TV dibeli dari uang saya pribadi hehehee.. Dan ngga mau nambah dosa karena tontonan yang malah bikin lalai ke Allah. Hm, tapi bagaimana coba??

Seminggu TV rusak, yang terlihat paling merana adalah Ibu saya, setelah Isya biasanya duduk nongkrong di depan TV, sekarang tidur, hehehhee.. Dan saya tak tega juga walau kadang ngeledekin dia dengan sindir, “Maa, kok langsung tidur, ngga nonton TV dulu?” Biasanya dijawab dengan gaya ngelesnya. Dan akhirnya tidur pules beneran. Hm, maka dengan pertimbangan itu semua, akhirnya hari ini TV saya service juga, itupun dengan keterpaksaan, karena disodorin tukang sama Ibu… Huhuuu.. Memang pinter ya gaya Ibu-ibu, sodorin, tukang dateng dan yang bayar sayah.. xixixixixixiii…

Kalo ditanya sejarah TV yang ada di rumah, itu TV sudah ada sekitar 5 tahunan lalu, dibeli dari seorang teman yang nipu-nipu saya, hehheee… Jadi intinya itu TV kenang-kenangan dari si Penipu. Hahahahhahaa… Tapi ya sudahlah, saya tak mau cerita banyak tentang si penipu itu, saya malah ingin cerita tentang TV hitam putih yang sudah saya jual dan kiloin, padahal itu TV peninggalan dari saya kecil banget. Dan itu TV yang dibeli oleh uang pribadi saya juga yang dari hasil sunatan. Xixixixi… Bekenang sekali bukan, di sini saya tidak ingin menunjukan TV yang sekarang di service, tapi ingin menunjukan TV jadul, 22 tahun lalu yang dibeli dari hasil uang sunatan yang sekarang lagi nulis di sini. Kalian kenal siapa? Iyap betul, itu TV yang dibeli dari hasi uang sunatan saya. Hehehheheee…

Kalian ingat uang sunatan kalian jadi apa dulu?? Kalo saya, pistol-pistolan plus TV hitam putih di foto ini.  Heeyyy terima kasih sudah menyimak yaaa… Love you…….


“Merasa” Kecil sekali.

Apapun, jika melihat ke atas akan selalu merasa kecil, langit luas itu membentang, jauh melebihi bumi di bawahnya. Bahkan, di atas langit masih ada langit. Coba direnungkan.! Jadi bukan tentang kecil atau besarnya ya man, ini adalah soal peran masing-masing. Bumi punya perannya, begitupun langit, daun punya peran, begitupun batang pohonnya, kuman yang tak terlihat oleh mata juga punya perannya, gajah yang besar juga punya perannya. So, bukan tentang keci besarnya ya man. Ayoo, semangat lagi yahhh, kamu harus punya peran dalam hidup ini. Bukannya manusia itu makhluk pemilih, yang bisa memilih peran apapun dalam hidupnya. Hanya saja, semua harus diiringi doa dan usaha. Yapp, doa dan usaha jadi faktor pembeda dari sekedar orang-orang yang mimpi belaka. Jadi, kamu mau jadi orang yang seperti apa man?

Jawaban…

Sebenarnya ini semua membuat saya merasa kecil sekali, untuk saat ini bahkan saya ada di rumah, pengangguran, pilihannya ya cari kerja lagi. Atau besarkan usaha. Hm, sebenarnya usaha saya sudah jalan, sekarang sudah ada proyek lagi satu. Alhamdulillah, pemasukan akan segera datang. Mohon doanya. Kejadian di proyek sebelumnya membuat saya agak merasa kecil, di proyek pertama uang saya nyangkut dan tidak jelas, dan di proyek kedua juga begitu. Keduanya terjadi ketika saya butuh uang yang lumayan, karena ingin melamar anak gadis orang. Dan, saya masih ingat betul, ketika si gadis menghela napas, kalo tabungan saya “seginih”. Sakit kawan, sakit sekali.. Sedih ini biar saya telan bulat-bulat. Dan yang sedang saya pikirkan adalah, jika begini terus kapan saya menikahnya, kapan saya maju ke depannya. Ini rasanya menyakitkan. Butuh terobosan

Kedua, saya melihat di facebook si gadis, dia dekat sekali dengan seseorang yang menurut kacamata saya sekufu dengannya, atau boleh dibilang sosok itu lebih dari saya dari soal pendidikan, dari soal profesi dan sebagainya. Ini menyakitkan sekali rasanya, duhh, jangan-jangan ini hanya kacamata kuda saya yang belum bisa berpikir lebih jernih. Semoga begitu…

 

Pada akhirnya saya kutip doa Nabi Muhammad Salllallahu Alaihi Wa salam..

“Yaa Allah, aku berlindung kepadaMU daripada rasa gelisah dan sedih, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan bakhil, dari tekanan hutang dan kesewenangan orang.”